Rampung Salaman
Selesai
acara di Jakarta Selatan, siang itu aku bermaksud ke Cideng, ingin makan Gudeg
di RM langgananku. Sudah cukup lama tak kesana, kangen semua menu makanannya
yang yummyyy…
Sedang
ku starter mobil, muncul kata hati “Tak usah makan gudeg”.
Aahh
kenapa ya tak boleh makan gudeg ? kuabaikan kata hatiku dan kutetap melajukan mobil kearah Cideng.
Sepanjang
perjalanan berulang muncul kata hati tsb,”Tak usah makan gudeg”.
Pikirku,
mungkin menjadikanku boros karena biasanya tergiur belanja camilan segala, jadi lapar mata. Aku berjanji pada diri sendiri tak akan beli camilan,
hanya makan gudeg saja, titik.
Sampailah
di RM tujuan, ku order seporsi gudeg dan minuman. Baru saja selesai makan si pemilik
RM datang dan menyapaku, “Bu, apa kabar ? sudah lama tak makan disini ?”.
“Kabar
saya baik, iya saya sudah pindah perusahaan sehingga jalur PP nya berbeda”,
jawabku.
“Ayo
pilih-pilih bu, masih fresh nih”, sembari dia menata beberapa camilan yang
dibawanya tadi, hhmm tampak enak-enak… siapa yang tahan godaan ini ? bathinku. Lalu
kupilih beberapa.
Saat bayar di kasir, “Semua seratus enam puluh lima ribu”,
kata kasir sopan.
Oohh ini kali yang dimaksud tak usah makan gudeg, betul jadi
boros.
Langsung
pulang ahh, sudah kenyang dan sudah punya jajanan. Kudu hemat.
Masuk
tol Cikampek, mendekati keluar pintu tol bekasi barat, tiba-tiba…braakk, body
mobil bagian belakang ditabrak oleh mobil dibelakangku...Hah ?!! Langsung aku
turun dan mendekati pintu driver. Dia membuka kaca jendelanya.
“Pak
bagimana nih urusannya, harus tanggung jawab!!” kataku tegas sembari melirik
kedalam mobil...ada sekitar 6 orang lelaki didalamnya. Deg, kudu waspada.
Wajah
si driver tampak mengantuk. Hahh pasti gara-gara dia mengantuk sehingga nabrak.
“Hei,
situ yang ngerem mendadak !!”, katanya sengit.
“Lihat
tuh didepan, macet panjang, tentu saya harus ngerem”, jawabku lebih tegas
sambil mengambil kunci mobilnya lewat jendela. Kuambil STNK nya dari dompet
kunci, dan kukembalikan kuncinya.
“Ayo
ikuti saya, kita urus di kantor polisi”, kataku tegas dan kulangsung masuk
mobil dan menjalankannya. Untung kemacetan mulai terurai sehingga aku dapat
melajukan mobilku. Sembari nyetir kutelpon CS merk mobilku. Kuceritakan
masalahku dan menginfokan plat no mobilnya lengkap nama dan data lain di
STNKnya. Berjaga-jaga jika terjadi hal yang tak diharapkan.
Petugas CS menyarankan jangan berhenti dipinggir tol sebab aku
sendirian dan mereka berenam. Disarankannya untuk keluar tol dan mencari tempat
yang aman dan ramai orang.
Oke,
kuingat didekat gerbang tol ada kantor jasa marga, aku sebaiknya kesana dan cari
saksi jika terjadi sesuatu. Kulihat mobil penabrak membuntutiku.
Begitu
keluar tol langsung kucari bangunan kantor tol, ketemu !! aku langsung parkir
dan turun mencari petugas. Ada satpam yang sanggup mendampingiku.
Singkat
cerita, kami bernegosiasi masalah ganti rugi. Sewaktu telepon ke CS aku juga
menginfokan tentang kerusakan akibat ditabrak dan petugas memberi perkiraan nominal penggantiannya jika dibawa ke bengkel resminya.
Kuminta
sejumlah uang pengganti, dia berkelit mobilku pasti di asuransi dan dia hanya sanggup membantu Rp. 125.000,-. Aku jawab
walau diasuransi tetapi setiap hari aku harus naik taxi PP bekasi-jakarta ketempat kerjaku
selama mobilku di bengkel, dan aku juga harus bayar biaya claim asuransinya.
Negosiasi
sangat alot, akupun bertahan. Satpam usul kepadaku agar sebaiknya
diselesaikan di kantor polisi saja. Pihak penabrak keberatan tetapi juga tak mau
menaikkan jumlah ganti rugi.
Satpam
menyarankan agar aku menelpon polisi jalan tol sesuai TKP. Polisi patroli bermobil datang dan
tetap tak ada kesepakatan. Kedua polisi tampak kesal kepadaku setelah mereka
diajak bicara mojok oleh beberapa penumpang mobil itu, dua polisi condong membela
pihak penabrak. Aku menjadi was-was.
Akhirnya
mereka meminta kami menyelesaikannya di kantor polisi pusat di bekasi kota.
Dua
penumpang disuruhnya masuk ke mobilku, aku tolak mentah-mentah, aku menegaskan
tak akan lari karena justru aku yang menuntut ganti rugi. Kami konvoi menuju
Kantor pusat.
Setiba
disana, driver dan beberapa penumpang tampak akrab berbicara dengan salah satu
polisi tadi, mereka ketawa ketiwi. Aku disuruh menunggu sendirian di koridor
yang sepi. Mereka masuk kesuatu ruangan, lama sekali. Kemudian mereka keluar entah kemana lagi, aku didiamkannya tanpa disapa.
Aku
hanya bisa berdoa khusyu agar Allah memberiku jalan keluar, kuteruskan dzikir
agar aku senantiasa bisa tenang.
Tiba-tiba
muncul kata hatiku “Rampung salaman” (Selesai Salaman). Hmm apa artinya ya ? ahh entahlah... kulanjutkan dzikirku.
Tak
lama kulihat si driver berjalan bersama seorang polisi bertongkat yang kakinya
digips menuju ruang pertama, sembari membuka pintu pak Polisi menengok
kearahku, “Ibu mau urus apa ya ?”.
Kujawab,
“Saya pemilik mobil korban yang ditabrak pak driver itu”.
Lalu
aku disuruh ikut masuk. Kami bertiga diruang itu, pak Polisi membuatkan BAP di
komputernya, pertama driver yang diinterogasinya setelahnya baru aku.
Intinya
kami sama-sama ngotot. Kemudian pak Polisi tersebut menjelaskan kepada driver,
seandainya posisinya dibalik apa yang akan dia lakukan, awalnya dia jengah
tetapi kemudian menjawab, tentu akan meminta ganti rugi juga. Sewaktu ditanya
apakah wajar jika kerusakan mobil seperti itu hanya diberi ganti sebesar Rp.
125.000,- saja ? pak driver masih ngeles.
Pak Polisi dengan keahliannya memberi
opini dan gambaran tentang jumlah biaya perbaikan jenis mobil seperti milikku dibandingkan
biaya mobil milik pak Polisi yang level merknya dibawahnya, tentu tak masuk akal jika
hanya memberi ganti rugi sejumlah itu.
Alhasil
si driver mengeluarkan sejumlah uang sesuai yang aku minta lalu menyerahkannya
kepadaku sambil bilang “Lunas ya bu, urusannya jangan diperpanjang lagi” sambil berdiri dan mengajakku salaman lalu pergi setelah bersalaman dengan pak Polisi.
Lega
rasanya persoalan ini bisa selesai dengan tuntas.
Kusalami pak Polisi dan kusisipkan uang Rp. 100.000,- sebagai tanda terima kasih, tetapi dia
menolaknya.
“Ibu
lebih membutuhkan untuk perbaikan mobil, itu ganti rugi yang murah walau ada
asuransi ibu pasti nombok, mohon maaf saya tak bisa menerima”, tolaknya sopan.
“Iya
pak, saya menuntut hanya untuk memberi pelajaran agar dalam mengemudi harus
selalu awas dan hati-hati. Saya sudah pasti nombok untuk naik taxi kekantor selama
mobil dibengkel”, jawabku.
Dan
akupun pulang dengan lega.
Rampung
Salaman…dan benar nyata adanya. Terlewatlah peristiwa menegangkan.
Al
hikmahnya :
-Jika
langsung pulang dan tidak ke RM Gudeg maka jam pulangnya tak akan ketemu mobil
penabrak
itu.
-Jika
kita berniat tulus pasti akan bertemu orang yang tulus, sehingga segala urusan
akan menjadi lancar.
-Kata hati selalu tepat tetapi hawa nafsu lebih sering ngeblok dan mengalahkannya.
Komentar
Posting Komentar