Mengenal Diri
Mengenal
diri dimaksud bukanlah diri jasmani yang berupa daging, air, darah, otot ini.
Bukan
diri yang jika telah ditinggalkan oleh sang nyawa kemudian membusuk menjadi
bangkai tetapi diri yang mengenal sifat
ketuhanan, Tuhan yang pengasih dan penyayang, bukan Tuhan yang pembenci dan
tukang murka.
Yaa…diri
adalah sang jiwa yang bernaung didalam raga.
Untuk mengenal Tuhan tentu tak lepas dari mengenal
sifat-sifat-Nya yang digambarkan dengan asma-asma-Nya.
Dan
semuanya Maha…sesuatu yang tak terhingga, tiada yang tak mungkin bagi-Nya.
Perlu
perenungan yang dalam untuk mampu memahami sifat Maha-Nya.
Maha-Nya yang kadang masih diragukan oleh
banyak orang.
Maha yang disangsikan oleh sebagian manusia,
yang karena Dia tak terlihat sehingga bagi manusia yang tak pernah mengolah
rasa-dirinya maka menjadi bimbang disaat dia terkena suatu perkara atau
penderitaan.
Lalu
lebih memilih mengikuti aku-ego dirinya = karep, kehendakan, mau-ku…hasrat yang
menggebu. Dan lalu akibatkan kebingungan, kawatir, takut, kecewa dan malah blunder.
Kegelapan yang ada didepan mata, ketakutan
yang dibiarkannya, kekawatiran yang dimanjakannya…padahal modalnya murah lho untuk
bersambung kepada-Nya, yaitu
tenang, tidak mengikuti ego dan kehendakan …
Lalu
semua akan kembali jernih, cliinggg…mampu menerima petunjuk-Nya melalui sang
jiwa. Suara hatinya yang akan mengatakannya, atau perkataan sang jiwa yang masuk
kedalam buah pikiran jernihnya…
PR
besarnya ?
Positifkan pikiran plus haluskan rasa hatimu hingga tumbuh
benih-benih iba, tingkatkan lagi menjadi benih kasihan, tambahkan lagi agar menjadi
benih pengasih dan penyayang lalu tumbuhkan…sampai ada kelembutan.
Jangan
pelihara kebencian !!
Hilangkan rasa dongkolmu, kesalmu…karena jika menumpuk maka
akan berubah menjadi amarah dan kebencian.
Semua
itu mengotori hatimu hingga kepekaanmu akan tercabik.
Semua yang dilakukan dengan berlandaskan
rasa pengasih dan penyayang akan menjadi mungkin! Jangan dengan kebencian. Bahkan
mengasihi orang yang dulunya pernah menghina, mendzolimi, menjahati bisa menjadi
mungkin. Tulus. Maka
tiada penghalang untuk merengkuh dan merangkul, membantu makluk-Nya tanpa perlu
punya kepentingan, tanpa SARA.
Sebab
ketulusan itu tiada dapat terbeli dan dibeli. Seperti juga iman dan taqwa.
Walau berlimpah harta karun yang tak
terhitung tetap tak akan bisa membeli iman dan taqwa. Walau bertumpuk title agama sekalipun tetap juga
tak akan mampu membeli ikhlas dan sabar…sebab untuk meraih semua itu harus
dilakoni sendiri, dibangun sendiri bukan dibeli dari orang lain, bukan juga hanya
mendengar dari kata orang lain walau orang itu dianggap suci dan agamis sekalipun.
Ya,
kudu dijalani sendiri !! dilakukan S-E-N-D-I-R-I !!
Kualitas Iman dan taqwa akan terbukti nanti
pada saat seseorang menghadapi suatu masalah atau penderitaan. Disaat berjaya cenderung
lupa untuk membangun iman dan taqwa sebab sifat dasar manusia yang suka dengan
kesenanganlah penyebabnya.
Maka
Sang Maha cenderung dilupakan. Ibadahpun cukup dilakukan sekedar menggugurkan kwajiban,
tak melibatkan kedalaman hatinuraninya dalam bersambung-rasa dengan-Nya.
Kadang
ditengah beribadah masih bersliweran segala PR dan pikiran duniawinya.
Lisan
mudah berkata iman tapi sikap dan tingkah laku tak mencerminkan-Nya.
Ya karena DIA tak terlihat oleh mata indera
hingga sering tak dianggap dan dilibatkan dalam kegiatan keseharian, banyak
yang lupa bahwa Dia Maha Melihat.
Lalu yang bertumbuh adalah aku/ego.
Tabir
kepada Tuhan Sang Maha menjadikannya gelap.
Dan
aku/ego yang mendominasi diri, bukan lagi AKU.
*Ampuni hamba-Mu ini Ya Allah…bagiku Engkau
Maha…
Indonesia, 260318
Komentar
Posting Komentar