Lisan vs Isi Hati
Zaman
bertambah tua semakin tampak nyata manusia yang menua tidak serta merta jiwanya
pun menjadi tua/matang/bijak.
Banyak
yang mengandalkan pada hawa nafsunya saja tanpa sedikitpun mau mendengarkan
suara hatinya, akibatnya banyak sekali manusia yang pandai bersandiwara.
Lisannya
terdengar santun manis plus sangat fasih menyebutkan ayat-ayat kitab agama, bicaranyapun
muluk-muluk penuh kesucian. Ternyata jika telah menjadi watak/karakter maka
suatu saat akan keluar juga aslinya.
Manusia
yang fitrahnya adalah penyayang berubah menjadi manusia pembenci, hatinya ireng
thungtheng (hitam legam) kemudian dari lisannya keluarlah fotokopian hatinya …
pahit-getir terdengar dipenuhi rasa sakit hati, kebencian dan dendam.
Padahal
jika betul mendalami ajaran agama dengan benar maka akan tercermin dalam sikap ketulusannya,
keikhlasannya… tak perlu berlelah diri melakoni bersandiwara.
Menjadi
manusia seutuhnya tidaklah mudah, tanpa mau membuka nuraninya ibarat hanyalah robot. Hidup tetapi ruhaninya mati.
Sebenarnya
sangatlah mudah ditandai, bila yang keluar dari lisannya pahit pasti hatinya
tidaklah beres. Sangat kasihan hidupnya.
*Semoga
kita adalah manusia yang selalu dalam bimbingan-Nya, senantiasa berhati lembut,
pemaaf, pengasih dan penyayang.
Indonesia,
24nop2018
Komentar
Posting Komentar